Gunung Merapi
Gunung Merapi mempunyai titik koordinat/geografis : 7 °32,5'LS -
110°26,5'BT, lokasinya secara administratif termasuk Kab. Sleman, Propinsi
D.I.Yogyakarta, Kab. Magelang, Kab. Boyolali, Kab. Klaten, Prop. Jawa Tengah.
Ketinggiannya 2986 m. dpl (kondisi tahun 2006). dan tipe Gunungapi adalah tipe
strato dengan kubah lava.
Gambar 1. Evolusi Gunung Merapi
Hasil
penelitian stratigrafi menunjukkan sejarah terbentuknya Merapi sangat kompleks.
Wirakusumah (1989) membagi Geologi Merapi menjadi 2 kelompok besar yaitu Merapi
Muda dan Merapi Tua. Penelitian selanjutnya (Berthomier, 1990; Newhall &
Bronto, 1995; Newhall et.al, 2000) menemukan unit-unit stratigrafi di
Merapi yang semakin detil. Menurut Berthommier,1990 berdasarkan studi
stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas 4 bagian :
PRA
MERAPI (+ 400.000 tahun lalu)
Disebut
sebagai Gunung Bibi dengan magma andesit-basaltik berumur ± 700.000 tahun
terletak di lereng timur Merapi termasuk Kabupaten Boyolali. Batuan gunung Bibi
bersifat andesit-basaltik namun tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi
mempunyai ketinggian sekitar 2050 m di atas muka laut dengan jarak datar antara
puncak Bibi dan puncak Merapi sekarang sekitar 2.5 km. Karena umurnya yang
sangat tua Gunung Bibi mengalami alterasi yang kuat sehingga contoh batuan
segar sulit ditemukan.
MERAPI TUA (60.000 – 8000 tahun lalu)
Pada
masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang merupakan fase
awal dari pembentukannya
dengan kerucut belum sempurna. Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang
membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk
aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltic dari
awanpanas, breksiasi lava dan lahar.
MERAPI PERTENGAHAN (8000 – 2000 tahun lalu)
Terjadi
beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan
Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri
dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan
dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi
letusan eksplosif dengan “de¬bris-avalanche” ke arah barat yang meninggalkan
morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di
lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.
MERAPI BARU (2000 tahun lalu – sekarang)
Dalam
kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai
Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi. Batuan dasar dari
Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini
berumur sekitar 2000 tahun. Letusan besar dari Merapi terjadi di masa lalu yang
dalam sebaran materialnya telah menutupi Candi Sambisari yang terletak ± 23 km
selatan dari Merapi. Studi stratigrafi yang dilakukan oleh Andreastuti (1999)
telah menunjukkan bahwa beberapa letusan besar, dengan indek letusan (VEI)
sekitar 4, tipe Plinian, telah terjadi di masa lalu. Letusan besar terakhir
dengan sebaran yang cukup luas menghasilkan Selokopo tephra yang terjadi
sekitar sekitar 500 tahun yang lalu. Erupsi eksplosif yang lebih kecil teramati
diperkirakan 250 tahun lalu yang menghasilkan Pasarbubar tephra. Skema
penampang sejarah geologi Merapi menurut Berthommier, 1990
Peta menunjukkan
sebaran endapan awanpanas Merapi 1911-2006. Hanya wilayah timur lereng yang
bebas dari arah aliran awapanas dalam kurun waktu tersebut.
SEJARAH ERUPSI
Tipe
erupsi Gunung Merapi dapat dikategorikan sebagai tipe Vulkanian lemah. Tipe
lain seperti Plinian (contoh erupsi Vesuvius tahun 79) merupakan tipe vulkanian
dengan daya letusan yang sangat kuat. Erupsi Merapi tidak begitu eksplosif
namun demikian aliran piroklastik hampir selalu terjadi pada setiap erupsinya.
Secara visual aktivitas erupsi Merapi terlihat melalui proses yang panjang
sejak dimulai dengan pembentukan kubah lava, guguran lava pijar dan awanpanas
(pyroclastic flow).
Merapi
termasuk gunungapi yang sering meletus. Sampai Juni 2006, erupsi yang tercatat
sudah mencapai 83 kali kejadian. Secara rata-rata selang waktu erupsi Merapi
terjadi antara 2 – 5 tahun (periode pendek), sedangkan selang waktu periode
menengah setiap 5 – 7 tahun. Merapi pernah mengalami masa istirahat terpanjang
selama >30 tahun, terutama pada masa awal keberadaannya sebagai gunungapi.
Memasuki abad 16 kegiatan Merapi mulai tercatat cukup baik. Pada masa ini
terlihat bahwa waktu istirahat terpanjang pernah dicapai selama 71 tahun ketika
jeda antara tahun 1587 sampai dengan tahun 1658.
Sejarah
letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768. Namun demikian
sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19. Ada
kecenderungan bahwa pada abad 20 letusan lebih sering dibanding pada abad 19.
Hal ini dapat terjadi karenapencatatan suatu peristiwa pada abad 20 relatif
lebih rinci. Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal
abad 20. Selama abad 19 terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval
letusan Merapi secara rata-rata lima tahun sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap
sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19 dan 20 telah menghasilkan
Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan berlangsung selama
lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar sampai
Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu
sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang,
Woro, dan Gendol.
Awanpanas dan material produk letusan
menghancurkan seluruh desa-desa yang berada di atas elevasi 1000m. Pada saat
itu bibir kawah yang terjadi mempunyai elevasi 2814m (;bandingkan dengan saat
ini puncak Merapi terletak pada elevasi 2968m). Dari peristiwa-peristiwa
letusan yang telah lampau, perubahan morfologi di tubuh Gunung dibentuk oleh
lidah lava dan letusan yang relatif lebih besar. Gunung Merapi merupakan
gunungapi muda. Beberapa tulisan sebelumnya menyebutkan bahwa sebelum ada
Merapi, telah lebih dahuiu ada yaitu Gunung Bibi (2025m), lereng timurlaut
gunung Merapi. Namun demikian tidak diketahui apakah saat itu aktivitas
vulkanik berlangsung di gunung Bibi. Dari pengujian yang dilakukan, G. Bibi
mempunyai umur sekitar 400.000 tahun artinya umur Merapi lebih muda dari
400.000 tahun. Setelah terbentuknya gunung Merapi, G. Bibi tertimbun sebagian
sehingga saat ini hanya kelihatan sebagian puncaknya. Periode berikutnya yaitu
pembentukan bukit Turgo dan Plawangan sebagai awal lahirnya gunung Merapi.
Pengujian menunjukkan bahwa kedua bukit tersebut berumur sekitar maksimal
60.000 tahun (Berthomrnier, 1990). Kedua bukit mendominasi morfologi lereng
selatan gunung Merapi.
Pada
elevasi yang lebih tinggi lagi terdapat satuan-satuan lava yaitu bukit
Gajahmungkur, Pusunglondon dan Batulawang yang terdapat di lereng bagian atas
dari tubuh Merapi. Susunan bukit-bukit tersebut terbentuk paling lama pada,
6700 tahun yang lalu (Berthommier,1990). Data ini menunjukkan bahwa struktur
tubuh gunung Merapi bagian atas baru terbentuk dalam orde ribuan tahun yang
lalu. Kawah Pasarbubar adalah kawah aktif yang menjadi pusat aktivitas Merapi
sebelum terbentuknya puncak.
Diperkirakan bahwa bagian
puncak Merapi yang ada di atas Pasarbubar baru terbentuk mulai sekitar 2000
tahun lalu. Dengan demikian jelas bahwa tubuh gunung Merapi semakin lama
semakin tinggi dan proses bertambahnya tinggi dengan cepat nampak baru beberapa
ribu tahun lalu. Tubuh puncak gunung Merapi sebagai lokasi kawah aktif saat ini
merupakan bagian yang paling muda dari gunung Merapi. Bukaan kawah yang terjadi
pernah mengambil arah berbeda-beda dengan arah letusan yang bervariasi. Namun
demikian sebagian letusan mengarah ke selatan, barat sampai utara. Pada puncak
aktif ini kubah lava terbentuk dan kadangkala terhancurkan oleh letusan. Kawah
aktif Merapi berubah-ubah dari waktu ke waktu sesuai dengan letusan yang terjadi.
Pertumbuhan kubah lava selalu mengisi zona-zona lemah yang dapat berupa celah
antara lava lama dan lava sebelumnya dalam kawah aktif Tumbuhnya kubah ini
ciapat diawali dengan letusan ataupun juga sesudah letusan. Bila kasus ini yang
terjadi, maka pembongkaran kubah lava lama dapat terjadi dengan membentuk kawah
baru dan kubah lava baru tumbuh dalam kawah hasil letusan. Selain itu pengisian
atau tumbuhnya kubah dapat terjadi pada tubuh kubah lava sebelumnya atau pada
perbatasan antara dinding kawah lama dengan lava sebelumnya. Sehingga tidak mengherankan kawahkawah
letusan di puncak Merapi bervariasi ukuran maupun lokasinya. Sebaran hasil
letusan juga berpengaruh pada perubahan bentuk morfologi, terutama pada bibir
kawah dan lereng bagian atas. Pusat longsoran yang terjadi di puncak Merapi,
pada tubuh kubah lava biasanya pada bagian bawah yang merupakan akibat dari
terdistribusikannya tekanan di bagian bawah karena bagian atas masih cukup kuat
karena beban material.
Lain halnya dengan bagian bawah yang akibat
dari desakan menimbulkan zona-zona lemah yang kemudian merupakan pusat-pusat
guguran. Apabila pengisian celah baik oleh tumbuhnya kubah masih terbatas
jumlahnya, maka arah guguran lava masih dapat terkendali dalam celah yang ada
di sekitarnya. Namun apabila celah-celah sudah mulai penuh maka akan terjadi
penyimpangan-penyimpangan tumbuhnya kubah. Sehingga pertumbuhan kubah lava yang
sifat menyamping (misal, periode 1994 – 1998) akan mengakibatkan perubahan arah
letusan. Perubahan ini juga dapat terjadi pada jangka waktu relatif pendek dan
dari kubah lava yang sama. Pertumbuhan kubah lava ini berkembang dari simetris
menjadi asimetris yang berbentuk lidah lava. Apabila pertumbuhan menerus dan
kecepatannya tidak sama, maka lidah lava tersebut akan mulai membentuk
morfologi bergelombang yang akhirnya menjadi sejajar satu sama lain namun masih
dalam satu tubuh. Alur pertumbuhannya pada suatu saat akan mencapai titik
kritis dan menyimpang menimbulkan guguran atau longsoran kubah. Kronologi
semacam ini teramati pada th 1943 (April sampai Mei 1943).
Penumpukan
material baru di daerah puncak akibat dari pertumbuhan kubah terutama terlihat
dari perubahan ketinggian maksimum dari puncak Merapi. Beberapa letusan yang
dalam sejarah telah mengubah morfologi puncak antara lain letusan periode
18221823 yang menghasilkan kawah berdiameter 600m, periode 1846 – 1848 (200m),
periode 1849 (250 – 400m), periode 1865 – 1871 (250m), 1872 – 1873 (480 – 600
m), 1930, 1961
Gambar 3. Grafik statistik letusan G.
Merapi sejak abad ke-18
Grafik statistik letusan G. Merapi
sejak abad ke-18. Pada abad ke-18 dan ke-19, letusan G. Merapi umumnya relatif
besar dibanding letusan pada abad ke-20, sedangkan masa istirahatnya lebih
panjang.
KARAKTERISTIK LETUSAN
G.
Merapi berbentuk sebuah kerucut gunungapi dengan komposisi magma basaltik
andesit dengan kandungan silika (SiO2) berkisar antara 52 - 56 %. Morfologi
bagian puncaknya dicirikan oleh kawah yang berbentuk tapal kuda, dimana di
tengahnya tumbuh kubah lava.
Letusan
G. Merapi dicirikan oleh keluarnya magma ke permukaan membentuk kubah lava di
tengah kawah aktif di sekitar puncak. Munculnya lava baru biasanya disertai
dengan pengrusakan lava lama yang menutup aliran sehingga terjadi guguran lava.
Lava baru yang mencapai permukaan membetuk kubah yang bisa tumbuh membesar.
Pertumbuhan kubah lava sebanding dengan laju aliran magma yang bervariasi
hingga mencapai ratusan ribu meter kubik per hari. Kubah lava yang tumbuh di
kawah dan membesar menyebabkan ketidakstabilan. Kubah lava yang tidak stabil
posisinya dan didorong oleh tekanan gas dari dalam menyebabkan sebagian longsor
sehingga terjadi awan panas. Awanpanas akan mengalir secara gravitasional
menyusur lembah sungai dengan kecepatan 60-100 km/jam dan akan berhenti ketika
energi geraknya habis. Inilah awan panas yang disebut Tipe Merapi yang menjadi
ancaman bahaya yang utama.
Dalam
catatan sejarah, letusan G. Merapi pada umumnya tidak besar. Bila diukur
berdasarkan indek letusan VEI (Volcano Explosivity Index) antara 1-3. Jarak
luncur awanpanas berkisar antara 4-15 km. Pada abad ke-20, letusan terbesar
terjadi pada tahun 1930 dengan indeks letusan VEI 3. Meskipun umumnya letusan
Merapi tergolong kecil, tetapi berdasarkan bukti stratigrafi di lapangan
ditemukan endapan awan panas yang diduga berasal dari letusan besar Merapi.
Melihat ketebalan dan variasi sebarannya diperkirakan indeks letusannya VEI 4
dengan tipe letusan antara vulkanian hingga plinian. Letusan besar ini
diperkirakan terjadi pada masa Merapi Muda, sekitar 3000 tahun yang lalu.
Sejak tahun 1768 sudah tercatat lebih
dari 80 kali letusan. Diantara letusan tersebut, merupakan letusan besar (VEI
≥ 3) yaitu periode abad ke-19 (letusan tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan
periode abad ke-20 yaitu 1930-1931. Erupsi abad ke-19 intensitas letusanya
relatif lebih besar, sedangkan letusan abad ke-20 frekuensinya lebih sering.
Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000).
Letusan besar bisa bersifat eksplosif dan jangkauan awanpanas mencapai 15 Km.
Letusan G. Merapi sejak tahun
1872-1931 mengarah ke barat-barat laut. Tetapi sejak letusan besar tahun
1930-1931, arah letusan dominan ke barat daya samapi dengan letusan tahun 2001.
Kecuali pada letusan tahun 1994, terjadi penyeimpangan ke arah selatan yaitu ke
hulu K. Boyong, terletak antara bukit Turgo dan Plawangan. Erupsi terakhir pada
tahun 2006, terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara, dengan
membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol.
Gambar 4. Letusan Gunung Merapi
berupa luncuran awanpanas ke Kali Gendol pada Juni 2006.
KONDISI
SOSIAL DAN EKONOMI WARGA
Pasca
erupsi merapi membuat mereka yang tertimpa bencana kehilangan fondasi
kehidupan, mulai dari lapangan pekerjaan, rumah tempat tinggal, perlengkapan
hidup, hingga transportasi yaitu akses jalan yang terputus akibat terjangan lahar merapi. Masyarakat
yang kehilangan tempat tinggal, meninggalkan kampung halamannya dan mengungsi
ketempat yang lebih aman. Secara umum bentuk perkampungan di daerah pegunungan
yang biasa tersebar, dan interaksi diantara sesama anggota masyarakat kurang
intense, sekarang berubah menjadi pemukiman yang memusat pada shelter
pengungsian yang membuat interaksi serta hubungan antar anggota masyarakat
lebih erat.
Letusan
merapi yang begitu dahsyat beberapa bulan kemarin menyebabkan banyak anggota
masyarakat di daerah lava tour yang kehilangan tempat tinggal. Warga yang
kehilangan rumah sebagai tempat tinggal di tampung pada shelter- shelter
pengungsian, yaitu diantaranya gondang 1, gondang 2, dan gondang 3. Tiap unit
shelter dibangun dengan biaya antara enam hingga tujuh juta rupiah, dengan luas
bangunan 36 meter persegi, lantai semen, dinding bambu, tiang utama bambu dan
atap seng. Tiap unit terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang keluarga,
dilengkapi dengan sarana Mandi Cuci Kakus dan enam titik lampu. Pendirian
hunian sementara ini sangat membantu pera korban erupsi merapi yang kehilangan
tempat tinggal.
Bencana
alam merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang sangat besar dampaknya.
Lingkungan alam sangatlah mempengaruhi sendi kehidupan suatu masyarakat
sehingga, bila terjadi perubahan pada lingkungan maka dampaknya adalah
terjadinya perubahan sosial terhadap masyarakat tersebut. Bencana alam
merupakan penyebab suatu bentuk perubahan sosial yang tidak dikehendakioleh
suatu masyarakat terkait dan adanya lava tour berawal dari sesuatu yang tidak
dikehendaki yaitu bencana alam. Lava tour terbentuk dengan diawali oleh sebuah
bencana alam yaitu erupsi gunung merapi yang menelan banyak koraban dan
kerugian.
Perubahan
sosial yang terjadi pada masyarakat kawasan lava tour berlangsung dengan
cepat, karena setelah bencana erupsi merapi masyarakat harus segera
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan yang baru yang secara otomatis
merubah tatanan kehidupan anggota masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi
dengan cepat, menyebabkan sebuah kebingungan dan menimbulkan suatu kejutan
kebudayaan atau cultural shock bagi masyarakat. Perubahan- perubahan sosial
yang terjadi pada kehidupan sosial masyarakat kawasan daerah lava tour antara
lain, perubahan pada pola interaksinya, perubahan matapencahariandan sistem
ekonomi, sistem kemasyarakatan, dan organisasi- organisasi sosial.
Pola
pemukiman warga daerah lereng pegunungan
umumnya berpencar dan tidak teratur, begitu juga dengan pola pemukiman masyarakat di lereng gunung merapi yang
sekarang ini menjadi kawasan wiasata lava tour. Setelah adanya bencana erupsi
merapi yang mengharuskan mereka berkumpul dalam satu area pemukiman yang telah
dibuat oleh pemerintah maupun LSM- LSM yang memberi bantuan berupa tempat
tinggal sementara, merubah pola pemukiman masyarakat yang berimbas pada pola
interaksinya. Pada saat memiliki nasib yang sama yaitu sedang menghadapi suatu
masalah yang sama dan harus mencari jalan keluar bersama, maka rasa solidaritas
dalam kelompok (ingroup) pada masyarakat dari berbagai desa di lereng gunung
merapi yang mengungsi meningkat. Hal ini dapat menambah keharmonisan dan
menghilangkan ego individu satu dengan yang lainnya. Selain itu, solidaritas
dari luar kelompok (out group) juga meningkat, biasanya masyarakat di luar sana
akan segera mengirimkan bantuannya kepada korban bencana alam. Dengan adanya
suatu musibah nasional yaitu tidak hanya merapi, menstimulus bangsa indonesia
untuk saling saling tolong menolong dan
membangkitkan rasa kepedulian terhadap sesama.
Dampak
dari erupsi merapi pada bulan oktober tahun lalu menyebabkan banyak kerugian
yaitu dari segi sosial, kesehatan, lingkungan maupun materiil. erupsi merapi
mengakibatkan sejumlah warga kehilangan ternak, rumah, pekerjaan sehari – hari
serta harta benda. Banyak juga para korban yang menjadi depresi. Untuk saat
ini, pemerintah sudah menyediakan hunian sementara bagi para korban erupsi
merapi, pemerintah juga telah mengganti hewan- hewan ternak warga lereng gunung
merapi yang hilang saat erupsi merapi, namun masalah yang belum dapat tertasi
yaitu sawah masyarakat lereng gunung yang belum bisa digarap karena masih
tertimbun oleh pasir dan material yang keluar saat erusi merapi. Hal ini
menyebabkan warga yang berprofesi sebagai petani harus memutar otak untuk
beralih pekerjaan baru. Sebagian warga memilih untuk menambang pasir dan
berbagai profesi lain. keberadaan lava tour pada yaitu pada beberapa daerah
yang terkena terjangan lahar erupsi merapi memberikan ruang kerja tersendiri
bagi masyarakat lereng gunung merapi. Lava tour ramai dikunjungi warga pada
saat setelah terjadinya bencana erupsi merapi. Pada saat status gunung merapi
dinyatakan aman dan daerah lereng gunung dibuka, wisatawan berbondong-bondong
mengunjungi wisata lahar ini.kesempatan ini diambil masyarakat sekitar yaitu
dengan berdagang berbagai macam makanan dan minuman. Salah satu makanan yang
dijual yaitu jadah tempe dan minuman khas lereng gunung merapi yaitu wedhang
gedhang. Wedang gedhang merupakan minuman yang terbuat dari campuran pisang
kepok dan gula batu yang diseduh dengan air hangat. Bu Ngudiyah merupakan salah
satu pedagang yang berjualan di kawasan lava tour merapi. Setiap pagi hingga
menjelang petang beliau berjualan di dusun kopeng kepuharjo, dan kembali ke
shelter ketika kawasan lava tour sudah sepi pengunjung (malam hari). Bu
Ngudiyah tinggal di pemukiman sementara yaitu shelter Gondang 2. Sebelum merapi
meletus pada akhir oktober 2010, Bu Ngudiyah Berprofesi sebagai petani, namun
karena lahan sawah yang tidak bisa diolah karena tumpukan material merapi
beliau beralih profesi sebagai pedagang di kawasan lava tour merapi.
Banyaknya
wisatawan dari berbagai daerah di indonesia maupun wisatawan asing yang
mengunjungi obyek wisata lava tour memberi pengaruh pada perubahan sosial dan
budaya masyarakat. Warga lereng merapi yang dalam kesehariannya menggunakan
bahasa jawa, berubah menggunakan bahasa indonesia dalam menawarkan barang
dagangannya kepada wisatawan yang berkunjung. Kosakata bahasa Indonesia yang
digunakan warga lereng merapi sangat terbatas dan dalam kesehariannya tetap
menggunakan bahasa sehari- hari. Di bukanya obyek wisata lava tour membuat
akses jalan di kawasan lava tour bagus, sehingga banyak warga daerah lereng
merapi yang sudah menggunakan sepeda motor sebagai kendaraan sehari- hari,
bahkan untuk mengangkut rumput sebagai pakan hewan ternak menggunakan sepeda motor
MATERIAL
GUNUNG MERAPI
Letusan gunung merapi juga memberikan dampak positif bagi masyarakat
penambang batu dan pasir, karena gunung merapi mengeluarkan material dalam
jumlah banyak, seperti batu dan pasir. Batuan yang mayoritas andesit tersebut
memiliki keberagaman ukuran, mulai dari yang besar (bongkah) hingga yang
sedang. Batu dan pasir tersebut ditambang oleh masyarakat setiap harinya, untuk
kemudian dimanfaatkan menjadi bahan bangunan. Tentu kondisi ini memberikan
peluang mata pencaharian bagi warga sekitar yang dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Selain
batu dan pasir, debu vulkanik yang dikeluarkan juga membuat tanah yang terkena
menjadi subur, sehingga ladang pertanian warga sekitar dapat memperoleh hasil
panen yang maksimal
REFERENSI
http://www.tourismsleman.com/dir_detail_2.php?id=35&kat=14
( 4 November 2015 pukul 21:04)
https://rovicky.wordpress.com/2010/10/26/sejarah-gunung-merapi-sejak-700-000-tahun-yang-lalu/
( 4 November 2015 pukul 21:11)
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-gunungapi/542-g-merapi?start=1
( 4 November 2015 pukul 21:18)
http://suarakomunitas.net/baca/31208/gunung-merapi-dengan-kehidupan-masyarakat-sekitarnya/
( 4 November 2015 pukul 21:49)
http://rositafadma.blogspot.co.id/2012/01/perubahan-sosial-budaya-lava-tour.html
( 4 November 2015 pukul 22:00)
http://www.voaindonesia.com/content/ekonomi-di-kawasan-gunung-merapi-mulai-pulih-137230088/103399.html ( 4 November 2015 pukul 22:24)